MASYARAKAT TENGGER

>> 28 Mei 2008


Tidak berbeda dari Mbah Marijan yang kental dengan Gunung Merapi adalah masyarakat Tengger. Sekalipun pihak Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi melalui Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN-BTS) menginformasikan bahwa Gunung Bromo kini berstatus Waspada, masyarakat Tengger seakan tidak peduli, terutama dalam acara Yadnya Kasodo kali ini.

Meskipun Gunung Bromo mengeluarkan asap putih dan tebal, mereka menganggap hal itu sudah biasa. Seperti halnya masyarakat di lereng Gunung Semeru, justru kalau gunung itu tidak “batuk-batuk”, patut dipertanyakan. Tapi kalau mengeluarkan asap tebal atau hujan abu, itu sudah menjadi hal biasa. Karena itulah, mengapa mereka sulit untuk diungsikan saat Gunung Semeru mengeluarkan lava pijar dan sebagainya. Karena, mereka lebih tahu sifat Gunung Semeru.

Hal itu juga dialami pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Saat acara Yadnya Kasodo 2006 digelar setiap 14 atau 15 Kasodo menurut penanggalan Tengger (6/9), ternyata status Gunung Bromo berubah dari Aktif Normal menjadi Waspada.

“Kalau sudah berbenturan dengan adat, kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Mereka (masyarakat Tengger) mengaku lebih tahu kondisi Gunung Bromo dibanding kami. Langkah yang kami lakukan hanya melarang kepada pengunjung lain untuk tidak naik ke tangga menuju puncak Gunung Bromo, kecuali masyarakat Tengger yang karena adat harus membuang sesajian ke kawah,” kata Ir Herry Subagiadi, kepala Balai TN-BTS, baru-baru ini.

Acara ritual itu sendiri berlangsung pukul 03:00; padahal suhu udara di Gunung Bromo saat itu berkisar antara 5-8 derajat celcius, yang menurut istilah Ir Herry suhu serendah itu tergolong ekstrim. Saat itulah, acara ritual dilakukan untuk membuang sesaji di kawah gunung. Bahkan, pihak TN-BTS juga tidak bisa membatasi jumlah maksimal yang bisa naik ke bibir kawah; karena bagi masyarakat Tengger, membuang sesaji “Ongkek” itu merupakan bagian dari acara ritual. Upacara Kasodo tersebut, merupakan hari raya bagi Suku Tengger yang tidak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya; ada tandhak, jaranan, tayub, dan ada yang lainnya.

Sejak 1804 hingga 1996, terjadi 50 kali letusan, meski dalam kondisi aktif normal. Gunung Bromo hanya mengeluarkan asap fumarol berwarna putih, dan kadang-kadang berbau belerang. Pada 1980, letusan Bromo diawali dengan kepulan asap selama dua hari, diikuti suara dentuman dan lontaran bahan pijar dari dalam kawah. Dalam waktu 20 hari, ketinggian asap dari 200 meter meningkat menjadi 700-800 meter, sedangkan lontaran bahan pijarnya mencapai ketinggian satu kilometrer lebih.....

editor..richardo

0 komentar:

About This Blog

About This Blog

  © Blogger template Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP