FILSAFAT PLATO...

>> 31 Mei 2008

Filsafat Plato

Doktrin utama dari ajaran Plato adalah tentang ide. Menurutnya ide adalah sesuatu pengertian yang bersifat abstrak, dan tidak mungkin dimengerti atau diperoleh dengan berpikir dan pikiran. Plato membagi dua ilmu pengetahuan:

  1. opinion; pendapat yang diperoleh dengan pancaindera
  2. genuine knowledge; lebih tinggi, diperoleh melalui pikiran dan metode dialektika sehingga diperoleh konsep.[1]

Agar jiwa dapat ke luar dari penjaranya maka harus berusaha mendapat pengetahuan, yang menjadikan orang dapat melihat ide-ide. Kelak setelah orang mati, jiwanya akan menikmati kebahagiaan melihat ide-ide itu.

Ada tiga bagian jiwa menurut Plato:

  1. akal, bertempat dalam kepala
  2. kemauan, bertempat dalam dada
  3. nafsu, bertempat dalam perut.

Ia percaya bahwa jiwa yang rasionil akan abadi.[2]

Teori forma Plato mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan kristianitas. Para pemikir Kristen awal menggunakan ide Plato mengenai dunia di atas – suatu dunia ideal yang memberi nilai dan arti bagi dunia kita sendiri – untuk mengembangkan ide-ide mengenai surga Kristen. Penghargaannya terhadap jiwa dan penolakan badan dan materi sebagai yang lebih rendah telah menjadi unsur penting dari pemikiran Kristen selama berabad-abad.[3]

Tanggapan:

Teori Plato khususnya bahwa pikiran atau rasio manusia adalah yang tertinggi merupakan hal yang salah. Dalam kekristenan kita mengetahui bahwa antara iman dan rasio, iman berada di atas rasio.

Jiwa manusia juga tidak terpenjara seperti anggapan Plato tetapi jiwa manusia telah dicemari oleh dosa, itulah yang menyebabkan manusia tidak dapat lagi mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Manusia juga tidak terbagi seperti pemikiran Plato tetapi manusia terdiri atas tubuh, jiwa dan roh, pada mulanya ini semua baik (Kej. 1:31) akan tetapi karena dosa roh menjadi mati sementara jiwa dan tubuh tercemari oleh dosa.

Filsafat Aristoteles

Aristoteles percaya akan suatu “Penggerak Tak Tergerakkan” (atau Pertama), suatu pengada yang jauh dan tidak berubah yang menyebabkan perubahan bagi dunia. Perubahan menurut Aristoteles muncul dari cinta dan keinginan untuk mencapai kesempurnaan Penggerak Tak Tergerakkan sebagai Allah orang Kristen. Setelah berabad-abad, filsafat Aristoteles menjadi batu penjuru teologi Abad Pertengahan.[4]

Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran, maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap valid kalau proses penarikan kesimpulan dilakukan dengan logika. Menurut pendapatnya pengetahuan manusia hanya dapat ditampilkan dengan dua cara yaitu induksi dan deduksi. Cara berpikir secara deduksi inilah yang disebut silogisme. Jadi silogisme adalah suatu bentuk dari cara memperoleh konklusi yang ditarik dari proposisi demi meraih kebenaran, bukan semata-mata untuk menyusun argumentasi dalam suatu perdebatan, melainkan juga sebagai metode dasar bagi pengembangan semua bidang ilmu pengetahuan.[5]

Tanggapan:

Penggerak Tak Tergerakkan yang diungkapkan oleh Aristoteles sebagai Allah orang Kristen adalah salah. Allah orang Kristen bukanlah Allah yang didapat melalui pemikiran manusia tetapi Allah yang menyatakan diri-Nya.

Menurut Aristoteles kebenaran didapat melalui cara berpikir silogisme. Hal ini tentunya akan memunculkan kebenaran yang bersifat subjektif, sementara dalam kekristenan kebenaran adalah Allah dan apa yang Allah nyatakan di dalam Alkitab. Kebenaran tidak bersifat relative dan subjektif tetapi bersifat kekal dan objektif.

Filsafat Epikurisme

Pokok ajarannya adalah bagaimana manusia bahagia dalam hidupnya, yaitu dengan cara memperoleh ketenangan jiwa (atoraxia). Menurutnya, manusia hidupnya tidak tenang karena terganggu oleh takut akan tiga hal, yaitu:

  1. takut akan marah dewa
  2. takut akan mati
  3. takut akan nasib.

Ia tidak mempunyai perhatian terhadap penyelidikan ilmiah. Ia hanya mempergunakan pengetahuan yang diperolehnya dan hasil penyelidikan ilmu yang sudah dikenal, sebagai alat membebaskan manusia dari ketakutan agama, yaitu rasa takut kepada dewa-dewa, yang ditanam dalam hati manusia oleh agama Gerika Lama.[6]

Tanggapan:

Manusia tidak akan dapat memperoleh ketenangan jiwanya melalui usahanya sendiri tetapi kita dapat menemukan ketenangan jiwa dalam Kristus Yesus yang telah memberi jaminan keselamatan kepada kita dan menjadi sumber damai itu dalam kehidupan kita.

manusia tidak tenang bukan karena takut akan dewa, kematian dan nasib, tetapi manusia tidak tenang karena adanya dosa. Maka ketika dosa dibereskan maka kita akan tenang. Dewa-dewa juga tidak ada, itu hanyalah hasil pemikiran manusia saja dan hasil tipu daya iblis.

Filsafat Stoaisme

Menurut stoaisme, jagad raya dari dalam sama sekali ditentukan oleh satu kuasa yang disebut : “LOGOS” (rasio). Oleh karenanya semua kejadian dalam alam berlangsung menurut ketetapan yang tak terelakkan. Jiwa manusia mengambil bagian dalam LOGOS itu. Berdasarkan rasionya, manusia sanggup bijaksana dan bahagia, asal saja ia bertindak menurut rasionya. Kepercayaan adat-istiadat dan peradaban kaum Stoik menerima kebaikan sebagai hal yang paling berharga dalam kehidupan. Kelakuan manusia harus disesuaikan dengan hukum alam. Hanya dengan menyampingkan hawa nafsu, pikiran tidak jujur, kelemahan dan menjalankan kewajiban dengan aturan yang benar orang dapat mencapai kebebasan sebenarnya dan menguasai kehidupan sendiri sebagai tuan.[7]

Tanggapan:

Dunia bukan dikuasai oleh rasio tetapi Allah. Rasio juga tidak mampu membuat manusia menjadi bijaksana dan bahagia, hanya Allah yang mampu memberikan kebijaksanaan kepada manusia dan di dalam Tuhan kita mendapat jaminan kebahagiaan yang abadi.

Manusia juga dengan kekuatannya sendiri tidak dapat melepaskan sifat-sifat duniawinya, namun dengan pertolongan Roh Kudus orang yang telah percaya kepada Yesus akan dimampukan untuk melepaskan sifat-sifat duniawinya.

Filsafat Skeptisisme

Pokok ajarannya adalah bagaimana cara manusia dapat hidup berbahagia. Syaratnya adalah manusia tidak mengambil keputusan. Orang bijaksana adalah orang yang selalu ragu-ragu, dengan ragu-ragu itu orang tidak akan pernah keliru akhirnya orang tersebut dikatakan sebagai orang yang tidak pernah mengambil keputusan. Itulah orang yang berbahagia. Poin-poin ajaran skeptisime:

  1. kita harus meragukan putusan tentang pengetahuan yang mungkin atau tidak mungkin.
  2. tidak ada kepercayaan yang dikatakan mungkin atau tidak mungkin, lebih mungkin atau kurang mungkin.
  3. seseorang harusnya tidak menerima sesuatu kepercayaan.
  4. percaya atau tidak percaya tidak pernah dapat dibuktikan benar atau salah.
  5. percaya atau tidak percaya seharusnya dihindari sebab menimbulkan gangguan emosional dan mental dan tujuan hidup seharusnya adalah ataraxia, ketenangan jiwa.[8]

Tanggapan:

Agar manusia dapat berbahagia bukannya dengan tidak mengambil keputusan, tetapi dengan mengambil keputusan untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi maka manusia akan mendapat kebahagiaan yang kekal. Ketenangan jiwa pun hanya kita dapatkan di dalam Tuhan Yesus.



[1] J. H. Soplantila, Diktat: Filsafat dalam terang Iman Kristen, STT Salem, hlm. 59.

[2] Ibid. hlm. 61-62.

[3] Linda Smith dan William Raeper, Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang, Yogyakarta: Kanisius, hlm. 20.

[4] Linda Smith dan William Raeper, Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang, Yogyakarta: Kanisius, hlm. 20.

[5] J.H. Soplantila, Diktat: Filsafat dalam Terang Iman Kristen, STT Salem, hlm 68-69.

[6] Ibid, hlm. 71-73.

[7] Ibid, hlm. 73-74

[8] Ibid, hlm 74-76.


by: Trisna Zebua

0 komentar:

About This Blog

About This Blog

  © Blogger template Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP