BAIT ALLAH/BAIT SUCI

>> 01 Juli 2008

BAIT ALLAH/BAIT SUCI


1. Latar belakang Bait Allah
Bangunan paling tua yang dibangun oleh manusia pada zaman dahulu adalah beupa bait atau kuil. Bait atau kuil ini adalah tempat di mana mereka menyembah atau beribadah kepada ilahnya di rumah ilah itu. Misalnya kuil-kuil zaman Mesolit dan zaman Neolit di Yerikho. Menara Babel adalah bangunan pertama yang disebut dalam Alkitab, yang mencakup adanya bait (Kej.11:4). Maksudnya adalah suatu tempat untuk berjumpa dengan Allah, tapi itu melambangkan kepercayaan diri manusia untuk mendaki ke atas menuju sorga, yang mengakibatkan keangkuhan hati dan kena hukuman.
Di Mesopotamia, negeri yang ditinggalkan Abraham, ada kuil di tiap tempat yang dikeramatkan bagi dewa pelindungnya. Dewa itu dianggap sebagai pemilik tanah, dan jika tanah tidak diberkatinya, tidak akan memberi hasil. Yang akan mengakibatkan pembayaran pajak yang sangat sedikit bagi kuilnya itu. Raja atau penguasa setempat bertindak sebagai agen bagi sang dewa. Bapak-bapak leluhur Israel yang masih setengah mengembara, tidak membangun kuil khusus bagi Allah mereka. Allah menyatakan diri-Nya dan di mana disukai-Nya. Peristiwa-peristiwa seperti itu kadang-kadang ditandai dengan membangun mezbah korban persembahan, dan ada yang diberi tanda peringatan dengan tugu.
Setelah Israel berkembang menjadi satu bangsa, mereka merasa harus ada suatu tempat ibadah pusat, dan merupakan keharusan sebagai tempat berkumpul bagi keluruh umat, yang menjadi lambing dari kesatuan mereka dalam ibadah kepada Allah mereka. Kebutuhan ini dipenuhi oleh kemah suci selama di padang gurun,, dan juga oleh tempat-tempat ibadah yang diakui selama zaman para hakim. Bangsa-bangsa Kanaan memiliki kuil-kuil mereka sendiri, yang disebut kuil Dagon atau kuil dari dewa pelindung lainnya. Alpanya suatu tempat ibadah bagi Yahweh terasa menggelisahkan hati, tatkala Daud sudah mempersatukan seluruh kekuasaannya dan sudah membangun baginya sendiri istana dan menetap. Pembangunan Bait Allah dimulai oleh raja Salomo pada tahun ke-4 pemerintahannya dan selesai 7 tahun kemudian.

2. Latar belakang Bait Allah pada zaman Zerubabel
Bait Suci adalah tempat ibadah di Yerusalem yang didirikan oleh raja Salomo dan kemudian dimusnahkan oleh tentara Babel. Setelah pembuangan didirikan kembali di bawah pimpinan Zerubabel sekitar tahun 515 SM.
Setelah bangsa Babel menaklukkan kota Yerusalem dan menghancurkan Bait Sucinya pada tahun 586 SM, maka kemudian orang Yahudi ditawan selama berpuluh-puluh tahun di Babilonia. Dengan demikian mereka kehilangan tanah air, kebangsaan dan agama mereka. Sebagaimana kita tahu Bait Suci dan keberadaannya merupakan sesuatu yang sangat sentral dalam seluruh kehidupan umat Yahudi. Sehingga perusakan Bait Suci tadi menyebabkan hilangnya unsure pokok yang dapat mempersekutukan mereka, baik antara sesama Yahudi maupun dengan Tuhan. Di Bait Sucilah mereka dapat berdoa, mempersembahkan korban bakaran dan khususnya bertemu dengan Tuhan.
Mereka sekarang berada dalam pembuangan di Babel, tidak ada Bait Allah sebagaimana yang mereka miliki di Yerusalem. Dengan demikian mereka tidak mungkin lagi menikmati persekutuan dengan Tuhan dalam cara yang benar. Ini karena situasi penjajahan yang selalu menimbulkan banyak penderitaan, masyarakat tidak mempunyai kebebasan untuk melakukan keinginannya, baik dalam hal politik, adat istiadat, kebuadayaan maupun dalam pelaksanaan kegiatan agama yang benar-benar sesuai dengan kehendak Allah.
Kemudian pada tahun 539 SM raja Koresy dari Persia menaklukan raja Nebukadnezar, penguasa kerajaan Babilonia. Dengan demikian kekuasaan atas Babilonia jatuh ke tangan Persia. Seluruh daerah jajahan, termasuk Yehuda dan Israel Utara yang terlebih dahulu telah jatuh ke tangan Asyur tahun 722 SM berpindah ke tangan Persia. Pada tahun 538 raja Koresy mengeluarkan sebuah dekrit untuk membebaskan orang Yahudi kembali ke tanah leluhurnya serta mengijinkan mereka untuk membangun kembali Bait Sucinya yang telah menjadi puing-puing di Yerusalem. Tak tergambarkan sukacita dan kegirangan bangsa Yahudi menyambut berita kelepasan ini, apalagi mendengar bahwa mereka diijinkan untuk membangun/memperbaiki kembali Bait Allah yang sudah sekian lama sangat dirindukan.
Rombongan Yahudi berangkat ke Yerusalem pada tahun itu yang dipimpin oleh Zerubabel dengan anggota kurang lebih 50.000 orang. Rombongan-rombongan selanjutnya dipimpin oleh Ezra pada tahun 458 SM dan oleh Nehemia pada tahun 445 SM. Sesampainya di Yerusalem usaha untuk memperbaiki hal-hal yang rusak mulai dilakukan, khususnya tembok-tembok Yerusalem, Bait Suci dan benda-benda kudus lainnya. Secara khusus mereka mendatangkan para pekerja dan bahan-bahan dari negeri Punisia.
Menurut laporan Kitab Ezra, dua tahun setelah kembali dari Babilonia orang Yahudi sanggup meletakkan dasar bangunan Bait Suci (Ezra 3:8-10). Peristiwa peletakan dasar Bait Allah ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi orang Yahudi dan membawa sukacita, kegembiraan serta pujian kepada Tuhan. Karena mereka sangat menyadari makna keberadaan Rumah Allah sebagai tempat persekutuan mereka, dan sebagai lambang pemersatu bagi umat Allah yang sudah bercerai-berai di berbagai negeri dan tempat. Dengan usaha ini orang Samaria menggagalkan dengan menjalin kerja sama dengan orang Yahudi. Mereka mengatakan” Biarlah kami turut membangun bersama-sama dengan kamu, karena kami pun berbakti kepada Allahmu sama seperi kamu, lagu pula kami selalu mempersembahkan korban kepada-Nya sejak zaman Esar-Hadon, raja Asyur (Ezra 4:2).
Zerubabel dan orang –orang Yahudi mengetahui taktik ini dengan menolak mentah-mentah tawaran kerja sama ini. Namun, orang Samaria tidak tinggal diam, mereka menteror orang Yahudi dengan mengadukan peristiwa ini kepada Koresy dan penggantinya Kambises. Dengan tuduhan bahwa orang Yahudi akan melakukan serangan terhadap pemerintahan Persia. Pemerintah Persia menarik kembali pemberian surat ijin membangun Bait Allah. Tahun 356 SM berhentilah pembangunan Bait Allah sampai pada tahun 520 SM. Baru setelah Darius Agung ada, pembangunan Bait Suci dapat dilanjutkan. Hal ini terjadi karena Darius adalah seorang raja yang bijaksana dan menaruh perhatian kepada perkembangan agama di seluruh kerajaannya, juga sebagai penguasa yang panjang sabar dan berperasaan.
Setelah orang Yahudi tidak tertarik lagi kepada keberadaan Bait Suci sebagai pusat peribadatan dan persekutuan dengan Tuhan, kerohanian mereka mulai rusak. Itulah sebabnya muncul Hagai atas panggilan Tuhan melalui firman Tuhan untuk diutus di tengah-tengah mereka. Hagai hanya sebagai alat saja, tetapi firman Tuhan ini ditujukan kepada Zerubabel, Gubernur Yehuda. Allah memberikan firman-Nya kepada Zerubabel untuk menyampaikan dan memulihkan kembali keadaan dan kesadaran orang-orang Yahudi dan membangun kembali Bait Allah. Supaya mereka kembali membangun persekutuan dengan Allah.
Demikianlah tangan Allah bekerja, bertindak menyelamatkan umat-Nya, yaitu dengan menggunakan tangan orang-orang kafir serta raja Koresy yang sama sekali tidak mengenal Yahwe. Di bawah kepemimpinan Zerubabel sebagai tokoh politis dan Yosua, mereka bahu-membahu membangun Bait Allah. Walaupun mereka menghadapi perlawanan dan terror, tapi mereka berhasil menghasut pemerintah Persia untuk mencabut kembali ijin pembangunan Bait Allah. Kemudian bangkitlah nabi Hagai untuk membangkitkan semangat mereka, agar mereka melanjutkan kembali pembangunan Bait Allah.
3. Latar belakang Bait Suci/Bait Allah pada Zaman Tuhan Yesus
Sikap Yesus terhadap Bait Suci di Yerusalem mengandung dua sisi yang bertentangan. Pada satu pihak, Yesus sangat menghormatinya, tapi di satu pihak Ia menganggapnya tidak begitu penting. Maka Ia menyebut Bait Suci “Rumah Allah” (Mat.12:4). Ia mengajarkan bahwa segala sesuatu yang ada di dalamnya, Kudus karena sudah dikuduskan oleh Allah yang diam di dalamnya (Mat. 23:17,21). Gairah terhadap rumah Bapa-Nya mendorong Dia untuk menyucikannya (Yoh. 2:17), dan keprihatinan-Nya akan hukuman yang mengancam kota Suci Yerusalem mendorong Dia menangis (Luk. 19:41). Berlawanan dengan itu ialah ayat-ayat di mana Yesus menurunkan martabat Bait Suci (Mat.12:6). Bait Suci telah dipakai menjadi alat penutup bagi kegersangan rohani Israel. Bait Suci itu segera akan binasa, sebab kenajisan yang mengerikan akan membuatnya tidak layak untuk tetap ada.
Pada awal pelayanan-Nya, Yesus berbicara kepada orang Yahudi dan memanggil seluruh Israel supaya bertobat. Walaupun Israel melancarkan perlawanan, tapi Yesus selalu menghimbau mereka. Bait suci itu disucikan dengan maksud meperbaharui orde yang ada. Tapi pikiran keMesiaan yang ada dalam tindakan ini malah semakin menimbulkan permusuhan dipihak para pemimpin agama, dan Yudaisme yang tidak putus-putusnya bertengkar hati dan tidak mau diperbaharui. Akhirnya dihukum sebagai tidak layak menerima kehadiran ilahi (Mrk 12:1-12).
Jadi, Yesus mula-mula menghormati Bait Suci, akhirnya mengumumkan bahwa karena Israel menolak Dia dan membunuh-Nya, akan mengakibatkan pada keruntuhan Bait Suci itu sendiri. Maka tuduhan yang dilontarkan pada waktu peradilan dengan mengutip ucapan Yesus “Aku akan merubuhkan Bait Suci buatan manusia dan dalam tiga hari akan Aku dirikan yang lain, bukan butan tangan manusia (Mrk 14:58). Ini merupakan himbauan Tuhan Yesus kepada umat Yahudi.
Markus mempertanggungkan ungkapan ini kepada saksi-saksi palsu, dan kepalsuan itu tetap tinggal dugaan kepada para ahli. Kepalsuan itu terletak dalam kesalahan menalar yang sebenarnya diajarkan oleh Tuhan Yesus. Satu alasan mengapa Markus tidak berusaha untuk memperbaiki salah ungkapan itu, karena disebabkan oleh kenyataan bahwa tuduhan itu memang benar. Memang benar bahwa kematian Yesus mengakibatkan Bait Suci Yerusalem diganti, dan kebangkitan-Nya menempatkan yang lain sebagai gantinya.
Bait Suci baru ialah gereja akhir zaman, milik Yesus, Mesias itu (Mat 18:20). Gereja yang ada saat ini adalah menunjuk kepada Bait Allah yang dibangun oleh Yesus. Ketika Tuhan Yesus mati dan bangkit, Bait Allah yang baru sudah ada. Ajaran tentang gereja sebagai realisasi Bait Suci Mesianik terkandung dalam eskatologi Perjanjian Lama dan eskatologi dalam tulisan-tulisan Paulus. Orang Kristen adalah realisasi dari pengharapan yang sudah ditunggu-tunggu sebagai Bait Allah yang mulia (II Kor 7:1; 6:18).
Dalam Perjanjian Baru “Bait Allah” biasanya menunjuk pada jemaat Kristus. Dalam I Kor 3:16; II Kor 6:16; Efesus 2:21, mengatakan bahwa jemaat Kristus adalah Bait Allah. Jemaat Kristus sebagai Bait Allah menunjuk pada tubuh kita. Jadi, kita sebagai orang yang sudah percaya kepada Kristus merupakan Bait Allah. Tentunya Bait Allah adalah kudus dan suci, demikian juga dengan tubuh kita harus kudus dan suci. Tubuh kita adalah tempat Allah hadir di mana Roh Allah diam di dalam hati kita. Rasul Paulus mengatakan dalam I Kor 3:16, bahwa Allah akan membinasakan orang yang membinasakan bait Allah, yaitu jemaat. Allah akan menghancurkan mereka yang menghancurkan gereja-Nya. Tubuh kita adalah anggota tubuh Kristus dan bait Roh Kudus. Tubuh kita dikaitkan oleh Paulus dengan keberadaan Kristus yang begitu dekat dengan kita. Tubuh kita adalah milik Tuhan dan tempat Tuhan tinggal.
4. Fungsi Bait Allah
Fungsi Bait Allah bagi orang Yahudi adalah tempat di mana mereka bersekutu, dan beribadah kepada Tuhan. Ketika mereka beribadah kepada Tuhan di Bait Allah, maka Tuhan akan memberkati, menolong mereka. Bait Suci merupakan tempat kehadiran dan penyataan kemuliaan Allah. Sekaligus merupakan perlambang persekutuan antara Allah dan manusia dan juga perlambang kehidupan atau eksistensi umat Israel karena Allah yang memilih dan menjadikan mereka menjadi umat-Nya. Keberadaan Bait Suci adalah factor penentu hakikat dan keberadaan mereka.
Modal dasar dalam pembangunan Bait Allah jangan diletakkan pada kemampuan tenaga uang atau dana yang besar. Pembangunan Bait Allah memang memerlukan uang dan dana yang besar. Tapi modal yang paling utama kita adalah keyakinan atau iman kepercayaan kita kepada Tuhan, bahwa pembangunan berdasarkan kemurahan Allah dan sumber segala kekayaan materi. Tuhanlah yang membuat hasil panen, sawah lading kita berlimpah ruah. Jadi, keberhasilan pembangunan kita jangan tergantung pada soal materi, tetapi soal semangat rohani dan iman.
Dalam pembangunan Bait Allah, fungsinya bagi kita adalah semangat kerja yang hidup, dan baik seperti Zerubabel. Perjuangannya dalam membangu Bait Allah perlu kita teladani. Walaupun mengahadapi berbagai tantangan tapi dia tetap semangat bekerja. Jadi, fungsinya Bait Allah bagi orang-orang percaya adalah tempat ibadah di mana kita bersekutu dengan Tuhan, berkomunikasi, berdoa dan memuji Tuhan. Juga tempat kehadiran Allah dan tempat tinggal Allah. Kita adalah Bait Allah.

Daftar Pustaka:
- Pasaribu, Rudolf. Pembangunan Menurut Kitab Hagai. Malang: Gandum Mas, 1988
- Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1992

By: Arman Gulo

0 komentar:

About This Blog

About This Blog

  © Blogger template Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP