MAKNA KARAKTER MESIAS

>> 01 Juli 2008

1. Dalam Konsep Perjanjian Lama
Kata “diurapi” dalam Perjanjian Lama ditujukan kepada orang yang memiliki tugas khusus, tugas istimewa dari Allah untuk jabatan yang akan digulati, dipandang sebagai orang yang sedang berpartisipasi dalam kesucian jabatannya. Pengurapan menunjukkan penugasan Ilahi untuk jabatan teokrasi tertentu dan dengan demikian menunjukkan bahwa oleh pengurapan itu mereka digolongkan dalam kelompok hamba Allah yang khusus, diasingkan untuk menjalankan maksud Ilahi. Pada zaman Perjanjian Lama raja-raja dan imam-imam diurapi (Kel 29:7; Im 4:3; Hak 9:8; I Sam 9:16; 10:1; II Sam 19:10). Raja disebut sebagai “yang diurapi” oleh Allah (I Sam 24:10). Hanya ada satu kali disebutkan tentang pengurapan atas seorang nabi dalam I Raj 19:16. Minyak yang dipakai untuk mengurapi orang-orang tersebut melambangkan Roh Tuhan (Yes 61:1; Za 4:1-6). Pengurapan itu adalah tanda yang nampak bagi:
a. Pemilihan atas seseorang untuk menduduki jabatan tertentu;
b. Peneguhan suatu hubungan sacral dan suasana sacral yang ditimbulkan dari diri yang diurapi (I Sam 24:6; 26:9; II Sam 1:14)
c. suatu pencurahan Roh kepada orang yang diurapi (I Sam 16:13.)
Pengurapan yang menunjukkan tugas khusus ini kemudian digunakan dalam hal yang lebih teknis , khususnya bagi seseorang yang akan dipilih Allah sebagai alat untuk menyelamatkan umatNya. Pengharapan akan kedatangan Mesias mempunyai bentuk yang berbeda-beda, tetapi yang paling menonjol ialah gagasan mengenai Raja keturunan Daud, yang akan mendirikan kerajaan di dunia bagi umat Israel dan akan menghancurkan musuh-musuh Israel. Mesias akan menjadi tokoh politik, tetapi yang mempunyai kecenderungan ke arah agama dan gagasan ini sudah tersebar luas diantara orang-orang Yahudi. Untuk asal mula dan watak dari Mesias yang akan datang itu tidak dimengerti dengan jelas. Kelompok yang berbeda-beda cenderung untuk membayangkan Mesias sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.

2. Dalam Konsep Perjanjian Baru
Keempat Injil menerangkan tentang bagaimana orang-orang pada zaman itu menanti-nanti, berharap akan datangnya seorang Mesias dan tidak diragukan lagi. Penantian akan Mesias memiliki gagasan yang sama dengan Pernanjian Lama. Seorang Mesias tidak asing lagi bagi orang-orang Yahudi, diketahui bahwa Mesias akan lahir di Betlehem, orang satu-satunya di dunia yang nama kotanya telah disebut berabad-abad sebelum Ia dilahirkan yaitu Yesus. Mikha, nabi Yahudi, menulis 500 tahun sebelum Kristus dilahirkan menceritakan tentang “Seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaanNya sudah sejak purbakala, sejak dahu kala” (Mikha 5:1) Yohanes juga memberi informasi bahwa kebingungan timbul dalam pikiran beberapa orang di Yerusalem karena tradisi mengatakan bahwa asal usul Mesias tidak akan diketahui, sedang asal-usul Yesus diketahui (Yoh 7:26). Dan terlebih lagi tanda khusus ketika Yesus memberi makan orang banyak, Yesus sungguh-sungguh lebih dipercaya sebagai seorang Mesias yang secara politik merupakan gagasan popular utama untuk mengangkat Yesus sebagai raja, tetapi Ia mengelak.
Pada zaman Yesus, periode itu penuh dengan kegairahan yang intensif. Para pemimpin agama merasa bahwa mereka tidak mungkin dapat mengendalikan semangat rakyat banyak, yang di mana-mana menantikan kemunculan si Pembebas yang dijanjikan. Suasana hati rakyat yang penuh semangat mengenai pengharapan ini tidak dapat ditahan atau dihalangi lagi.
Para rasul Kristus pada saat itu juga percaya bahwa Yesus adalah Mesias. Mesias atau Kristus ditetapkan untuk diurapi untuk menerima jabatanNya sejak kekekalan, akan tetapi secara histories pengurapanNya terjadi ketika Ia diteguhkan dalam baptisan (Mat 3:16; Mks 1:10; Lks 3:22 & Yoh 1:32; 3:34). Yesus bersedia dengan rela hati untuk dibaptis oleh Yohanes kerena peranNya sebagai Mesias, maka Yesus harus menakklukkan diri pada semua tuntutan hukum Allah bagi orang Israel. Di dalam pengidentifikasianNya dengan umatNya, Yesus dibaptis untuk menggenapi semua kebenaran. Ia diurapi oleh Roh Kudus untuk pelayananNya. Hal ini dapat dikatakan sebagai pentahbisan Yesus untuk memulai pekerjaanNya sebagai Kristus yang dijelaskan oleh Yesaya 61:1. Sebelum kematianNya, mereka yakin bahwa Yesus adalah Mesias. Mereka tidak berpikir bahwa Dia bisa mati. Mereka yakin bahwa Dialah yang akan mendirikan kerajaan Allah dan memerintah atas Israel secara politik. Sejak masa kecil orang Yahudi diajarkan bahwa bila Mesias itu datang, maka Ia akan menjadi pemimpin politik yang akan memerintah dan akan mengalahkan segala musuhNya. Dia akan membebaskan orang-orang Yahudi dari penjajahan Romawi dan mengembalikan bangsa dan negara Israel kepada tempatnya yang tepat. Selama lebih dari satu generasi yang baru lewat, orang-orang Romawi telah semakin banyak mengambil alih kemerdekaan bangsa Yahudi, dan tindakan-tindakan penindasan telah membangkitkan semangat patriotisme dalam diri orang-orang Yahudi.
Bagi rakyat Yahudi pada umumnya, Sang Mesias itu tetap dipandang sama seperti Yesaya dan juga nabi-nabi yang lainnya menganggap Dia sebagai Anak Daud yang akan membawa kemenangan dan kemakmuran kepada bangsa Yahudi. Berdasarkan keterangan dalam kitab Injil, tidak diragukan lagi bahwa pemikiran populer rakyat banyak tentang Mesias itu pada umumnya bersifat nasional dan politis.

3. Dalam Konsep Yesus
Gagasan tentang Mesias sebagai raja dari keturunan Daud dapat dilihat, ditelusuri dari janji Allah kepada Daud dalam II Sam 7:16, “Keluarga dan keajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapanKu, tahtamu akan kokoh untuk selama-lamanya.” Janji ini merupakan dasar dari nubuat-nubuat para nabi yang berhubungan dengan kerajaan Mesias, dan menjelaskan bagaimana pengharapan akan kerajaaan yang akan dipulihkan di bawah Mesias dapat dilihat sebagai penggenapan dari janji Ilahi kepada Daud. Para nabi mengharapkan seorang keturunan Daud, bukan suatu makhluk Ilahi. Orang itu sering disebut “Daud” (Yer 30:9; Yeh 34:23-24; 37:24; Hos 3:5), sesuai dengan cara Ibrani yang menggunakan nama nenek moyangnya sebagai sebutan untuk keturunan-keturunannya. Sejajar dengan hal ini ada gagasan mengenai akan datangnya “Tunas” bagi Daud (Yer 33:15). Dengan Daud-lah Allah akan membuat perjanjian. “Daud” menjadi istilah yang berarti Israel yang dipulihkan. Gagasan mengenai Raja keturunan Daud itu tentu berkaitan dengan Mesias secara politik, tetapi nubuat Perjanjian Lama menempatkan penekanan yang paling berat pada segi agama.
Yesus adalah anak Daud yang diurapi, yang diurapi menjadi “Raja Israel.” Raja Israel tidak berarti revolusionisme militan sebagaimana pengertian Yahudi. Ketika Yesus ditanyai “Engkau ini Raja orang Yahudi?” (Yoh 18:33) Yesus menjawab bahwa kuasa kerajaanNya tidak berasal dari dunia ini dan tidak dapat ditegakkan secara duniawi dengan kekuatan senjata duniawi (Yoh 18:36) jelas bahwa kerajaan kemesiasanNya bukanlah pada tingkat politis, tetapi pada tingkat rohani. Ia adalah Mesias dalam pengertian bahwa Ia memenuhi pengharapan Perjanjian Lama mengenai kedatangan Seorang Pelepas (Yoh 1:48). Menjadi pertanyaan bagi banyak orang tentang kemesiasan Yesus, yang kelihatan seperti sesuatu hal yang mesti disembunyikan, dirahasiakan bagi orang lain ketika Ia masih berada di dunia atau sebelum kematianNya, bagi orang-orang yang percaya dan mengaku bahwa Ia adalah Mesias. Ada banyak peristiwa yang terjadi yang menarik perhatian umum, tetapi Yesus melarang untuk memberitakannya, sepeti: seorang yang berpenyakit kusta diperigatkan untuk tidak menceritakan kepada orang lain (Mrk 1:43), setan-setan yang mengenal Yesus dilarang untuk menceritakan Dia kepada oorang lain (Mrk 1:34; 3:11), Yairus dilarang untuk menceritakan kebangkitan anaknya karena kuasa Yesus (Mrk 5:43), dan juga ketika Petrus mengakui bahwa Yesus adalah Mesias, Ia melarang murid-muridNya untuk menceritakan sampai kebangkitanNya (Mrk 8:30; 9:9). Yesus adalah Mesias, tetapi hal ini tidak dikenal sebelum kebangkitanNya. Pemberitaan Yesus yang berat tentang penyalibanNya sangat tidak diterima baik oleh murid-muridNya (Luk 9:22).
Ketika memikirkan bagaimana Yesus mempergunakan istilah “Mesias” perlu untuk diperhatikan pengertian yang paling populer untuk istilah itu. Sudah tentu pemikiran populer cenderung pada pengharapan akan kedatangan seorang pemimpin polotik yang akan membebaskan orang-orang Yahudi dari beban tekanan Roma. Yesus menyadari bahwa PL harus digenapi, yaitu kesadaran bahwa Ia-lah wakil Allah untuk menyelamatkan umatNya dalam arti rohani dan bukan dalam arti polits. Hanyalah pengertian secara rohani yang diperlukan untuk mengenal karakter yang benar dari peran Mesias yang dimiliki Yesus, yaitu pemberian Allah. Hal ini juga menerangkan tentang sikapNya yang mau menerima gagasan itu dalam keadaan-keadaan tertentu, yaitu bila soal politik tidak dipermasalahkan (Luk 24:26; Mat 16:17) Yesus mengerti bahwa Petrus tidak hanya memberikan sekedar kesimpulan atau intuisi yang berasal dari manusia saja pada saat ia mengatakan bahwa Yesus adalah Mesias. Ini merupakan suatu pengakuan yang jelas bahwa orang banyak tidak mengerti peran Mesias secara demikian, sehingga cukup dapat dibenarkan adanya perintah untuk tinggal diam.

KESIMPULAN

Yesus adalah Mesias “yang diurapi” oleh Allah untuk suatu tugas Ilahi yaitu sebagai pembebas bagi umatNya, bangsa Israel. Gagasan orang-orang Yahudi dan kebanyakan orang menganggap bahwa Mesias yang datang itu adalah seorang yang membebaskan mereka dari penjajahan secara fisik. Pembebasan yang dilakukan Sang Mesias yang dinanti-nantikan hingga sampai sekarang adalah sang Penyelamat khusus bagi orang-orang Israel saja. Tetapi yang sesungguhya Penyelamat yang telah dinubuatkan itu berkarya untuk menyelamatkan orang-orang Israel secara rohani dengan pengorbananNya di kayu salib. Setiap orang yang percaya kepada Yesus ia disebut sebagai orang Kristen. Berulang kali Yesus mengimbau kepada nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama untuk menunjang pernyataan-pernyataanNya sebagai Mesias. Galatia 4:4 mengatakan “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah akan mengutus AnakNya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.”
Para rasul, para penulis Perjanjian Baru, terus mengimbau kepada nubuat-nubuat yang digenapi untuk mendukung pernyataan-pernyataan Yesus sebagai Anak Allah, Juruselamat dan Mesias. “Tetapi dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya harus menderita (Kis 3:18). Itulah sebabnya mengapa Yesus berdasarkan pengamatan kita sepertinya Ia menyembunyikan sesuatu di balik gelar Mesias yang diberikan kepadaNya yaitu karena konsep orang-orang yang sedang menanti-nantikan kedatangan yang diurapi itu tidak sesuai dengan maksud dan tujuan Allah.

DAFTAR PUSTAKA


Berkhof Louis. Teologi Sistematika Jilid 3. Surabaya: Momentum, 1996

C. Sproul R. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Malang: SAAT, 1997

Eldon Ladd George. Teologi Perjanjian Baru Jilid I. Bandung: Kalam Hidup, 1999

Guthrie Donald. Teologi Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991

McDowell Johs. Benarkah Yesus Itu Allah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987

Lindsay Gordon. Apakah Yesus Itu Anak Allah . Jakarta: Immanuel, 1992

Sune Park Yune. Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul. Batu-Malang: YPPII, 2001



BY: UMBU GULO

0 komentar:

About This Blog

About This Blog

  © Blogger template Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP